Suara-ntt.com, Kupang-Satu per satu persoalan ketenagakerjaan atau hubungan industrial di PT Timor Ekspress Intermedia (TEI) sebagai perusahaan penerbit Harian Timor Express (TIMEX) terungkap ke publik.
Selain persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap jurnalis Obet Gerimu, juga sekuriti TIMEX Sabarudin Mahmud, kini terungkap juga persoalan PHK sepihak terhadap Baeti Nuryani atau yang biasa disapa Putri Kasela.
Baeti awalnya diterima bekerja sebagai accounting di TIMEX, kemudian dipindahkan secara paksa ke resepsionis, lalu diistirahatkan namun dipanggil bekerja kembali, hingga akhirnya di-PHK tanpa menerima hak pesangon.
Kepada wartawan di Kupang, Minggu (3/10/2021), Baeti mengungkap semua tindakan sewenang-sewenang yang dilakukan manajemen TIMEX terhadap dirinya.
Menurut Baeti, dirinya diterima bekerja di TIMEX sebagai accounting, namun kemudian dipindahkan ke resepsionis.
Awalnya dirinya mengaku menolak dipindahkan ke resepsionis. Namun akhirnya dengan terpaksa dia melaksanakan tugas baru tersebut.
Ternyata baru seminggu menjadi resepsionis, TIMEX mengeluarkan surat agar dirinya beristirahat.
“Mereka kasih saya surat istirahat dengan alasan yang dibuat-buat. Sebelum dapat surat istirahat, saya dipindahkan secara paksa sama pak Yan (Yan Tandi) ke resepsionis. Baru seminggu jadi resepsionis, keluar surat istirahat,” ungkap Beati.
Dalam Surat Istirahat No. 05/TEI-HRD/X/2016 yang diterbitkan PT Timor Ekspress Intermedia, Baeti justru disebutkan mengalami tekanan psikologis tanpa didukung pemeriksaan dokter.
“Mengingat kondisi psikologi terkait keberadaannya sebagai karyawan PT Timor Ekspress Intermedia atas nama Baeti Nuryani dengan jabatan Staf Bagian Umum, maka diambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Saudari dinilai mengalami kondisi tekanan psikologis sehingga berdampak pada pekerjaan dan kenyamanan lingkungan tempat saudari bekerja.
2. Saudari dianggap membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan kondisi dimaksud.
3. Dengan mempertimbangkan rapat bersama, Direksi, Wakil Direktur Keuangan dan Umum, Manager Umum dan HRD tanggal 21 September 2016 menyatakan bahwa saudari perlu diistirahatkan (tidak masuk kerja).
4. Selama masa istirahat, saudari tetap menerima hak-hak berupa gaji seperti biasa.
5. Saudari tetap membuka akses komunikasi/mengaktifkan handphone karena sewaktu-waktu dapat dipanggil ke kantor.
6. Surat istirahat ini mulai berlaku pada tanggal 4 Oktober 2016 sampai ada keputusan selanjutnya.
7. Surat istirahat ini diberikan untuk diketahui dan dilaksanakan serta dipergunakan sebagaimana mestinya,” demikian isi Surat Istirahat yang ditandatangani oleh Manager Bagian HRD Denny Missa, SH., tertanggal 3 Oktober 2016.
Dia melanjutkan, setelah disuruh beristirahat, kemudian ada surat pemanggilan untuk bekerja kembali.
“Saya disuruh kerja tahan bantu pak Ramli di bagian iklan. Tapi saya tidak mau, karena saya kan dari awal masuk kerja sebagai accounting, jadi saya keberatan kalau dipindahkan seenaknya,” urai Baeti.
Karena dinilai tidak mau melaksanakan tugas, manajemen TIMEX lalu memberikan Baeti Surat Peringatan (SP) sebanyak tiga kali secara berturut-turut dalam tempo beberapa hari saja.
“Saya waktu dipindahkan ke Bagian Umum, saya tidak terima. Saya sampaikan ke pak Yan Tandi bahwa saya datang ke TIMEX sebagai accounting bukan resepsionis. Saya datang ke TIMEX karena pak Yan yang mohon-mohon saya kerja di situ. Bagaimana bisa dari bagian keuangan dipindahkan ke bagian umum,” beber Baeti.
Setelah Surat Peringatan sebanyak tiga kali, Baeti akhirnya diberikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baeti pun mengadukan persoalan ini ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kota Kupang pada 23 November 2017.
Dinas Nakertrans lalu menyurati para pihak dan melakukan mediasi persoalan ini sebanyak tiga kali.
Surat panggilan pertama dan kedua tidak dipenuhi pimpinan TIMEX.
Hingga akhirnya Nakertrans mengeluarkan surat panggilan ketiga tanggal 23 Januari 2018 yang isinya menegaskan bahwa jika pimpinan TIMEX tidak hadir dalam panggilan tersebut, Rabu (24/1/2018), maka mediator beranggapan semua keterangan yang diberikan oleh pekerja adalah benar.
“Saat panggilan ketiga barulah pak Yan datang. Mereka datang setelah diperingati Nakertrans. Hasil mediasi, pak Yan minta perpanjangan waktu, mau ketemu di luar, tapi saya tidak mau, karena kenapa saat dua kali mediasi sebelumnya tidak datang,” jelas Beati.
“Bulan Februari 2018 pak Blasisius (mediator) telepon saya tanyakan lagi. Namun saat itu pak Yan ada kedukaan, anaknya meninggal. Kemudian Maret 2018 pak Blasius telepon lagi, namun pak Yan saat itu belum ada kabar karena ada ke Toraja,” sambung dia.
“Saat dalam mediasi ketiga, pak Yan Tandi masih saja memfitnah saya. Dia bilang ke pak Blasius yang jadi mediator bahwa saya nih orang suka pingsan, suka teruak dan halusinasi,” ungkap Beati lagi.
Sementara itu, Kepala Dinas Nakertrans Kota Kupang, Ignasius R. Lega, SH., yang dikonfirmasi, Rabu (6/10/2021), mengatakan, pihaknya segera melihat kembali berkas penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut.
“Nanti kami liat berkasnya lagi, soalnya sudah dari tahun 2017,” singkat Ignanius Lega. ****