Suara-ntt.com, Kupang-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki banyak potensi energi baru terbaharukan yang belum dikembangkan dengan maksimal. Potensi-potensi yang belum dikembangkan itu antara lain matahari, angin, air, bio gas dan panas bumi.
“Potensi-potensi itu sangat menjanjikan di NTT tapi belum dikembangkan dengan maksimal,”kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi NTT, Jusuf Adoe melalui Kepala Bidang Energi Baru Terbaharukan, Paulus Kedang di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Kedang mengatakan, pemerintah sekarang lagi berupaya bagaimana mengurangi energi fosil yang berdampak pada gas rumah kaca. Karena gas rumah kaca itu mengakibatkan pemanasan global.
“Kalau kita berbicara soal energi baru terbaharukan berarti kita omong soal energi non fosil,”ungkapnya.
Dikatakan, NTT merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang saat ini rasio elektrifikasinya masih dibawah rata-rata nasional. Rata-rata rasio elektrifikasi nasional saat ini sudah mencapai 97,13 persen, sedangkan rasio elektrifikasi NTT masih sebesar 60,82 persen atau yang terendah di Indonesia. Bahkan rasio elektrifikasi NTT masih rendah dari Provinsi Papua sebesar 72,04 persen.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif bertekad untuk melistriki seluruh wilayah di NTT yang belum menikmati listrik. Ini menunjukan bahwa masyarakat NTT itu hidupnya masih dibawah kegelapan.
Dijelaskan, potensi-potensi itu sudah disurvey dan sudah dimasukan dalam dokumen. Energi baru terbaharukan sudah diperdakan dalam Nomor 10 Tahun 2019 sehingga pengembangan energi baru terbaharukan ke depan berdasarkan perda yang ada. Itu menjadi fokus pemerintah ke depan.
Untuk pengembangannya kata dia, telah dialokasikan anggaran baik dari APBD dan APBN.
“Kalau kita mengharapkan APBD maka pengembangan energi baru terbaharukan akan tersendat atau terkendala karena anggaran sangat terbatas.
Pada tahun 2019 kami hanya dialokasikan 375 KK untuk tujuh kabupaten yakni Kabupaten TTS, Ende, Lembata, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah dan Alor untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). PLTS itu ada dua jenis yakni PLTS terpusat dan PLTS tersebar. Tujuh kabupaten itu mendapat bantuan PLTS tersebar dan masing-masing rumah mempunyai panel sendiri,”ungkapnya.
Dikatakan setiap kabupaten ada 50-an KK yang memperoleh bantuan itu. Disamping bantuan PLTS dari APBD ada bantuan PLTS dari APBN dan bantuan itu langsung ke masyarakat dimana ada dua tahap yakni tahap pertama ada 13.603 KK yang tersebar di 10 kabupaten yakni Kabupaten Kupang, TTS, TTU, Belu, Malaka, Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Lebih fokus ke daratan Sumba karena Sumba Barat dan Sumba Barat Daya rasio elektrifikasinya paling rendah. Sementara didaratan Timor Kabupaten TTS rasio elektrifikasinya paling rendah.
Sedangkan di daratan Flores ada di kabupaten Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada dan Manggarai.
Kemudian tahap kedua dialokasikan sekitar 7.955 KK. Dengan adanya bantuan dari pemerintah pusat (APBN) dapat meningkatkan hasil rasio elektrifikasi. Dimana satu kabupaten bisa mencapai 1.000 lebih KK termasuk di Kabupaten TTU yang mendapat bantuan itu. Ternyata di Kabupaten TTU banyak desa yang dekat dengan kota tapi belum ada jaringan listrik. Sehingga totalnya 21.658 KK untuk seluruh NTT.
Lebih lanjut kata dia, energi panas bumi menjadi kewenangan pemerintah pusat dan itu langsung ditangani oleh PLN.
“Di NTT sudah kita petakan berdasarkan masing-masing pulau. Kalau di daratan Flores itu ada air dan panas bumi. Kalau di daratan Timor itu ada air, matahari (PLTS), dan panas bumi tapi di Amfoang- Kabupaten Kupang,”ujarnya. (Hiro Tuames)