Pemprov NTT Diminta Stop Bersandiwara dalam Penempatan Pejabat Eselon II

oleh -195 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diminta untuk stop bersandiwara dalam penempatan pejabat eselon II.

“Mengangkat pejabat harus profesional, sesuai SDM. Bukan faktor suka atau tidak suka. Saya minta Pemprov NTT, berhentilah bersandiwara untuk tempatkan pejabat. Stop sandiwara jabatan,” tegas staf khusus Gubernur bidang Infrastruktur, Andre Koreh saat menggelar metting virtual “Refleksi dua tahun staf khusus Gubernur NTT” bersama sejumlah wartawan, Sabtu, 13 Februari 2021.

Untuk diketahui bahwa sebanyak 15 pejabat eselon II lingkup Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dinonjob sejak 2019 dan diangkat menjadi staf khusus Gubernur NTT dibiarkan “Menganggur” selama dua tahun.

Staf khusus dari ASN bentukan Pemprov NTT ini baru pernah ada pada masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT dijabat Viktor Laiskodat dan Joseph Nae Soi.

Staf khusus ASN awalnya berjumlah 15 orang, setelah mereka dinonjobkan dari jabatan mereka pada 15 Februari 2019 lalu. Namun, kini staf khusus Gubernur NTT dari ASN tersisa empat orang. Setelah lainnya memilih mundur, pensiun dan satu meninggal dunia.

“Kami tidak pernah dilibatkan dalam program pembangunan atau rapat-rapat yang terkait dengan bidang tugas kami,” katanya.

Staf ahli Gubernur NTT yang dibentuk itu, menurut dia, mempunyai tugas yang sama dengan staf khusus Gubernur dari eksternal dan staf ahli di Pemprov NTT yakni memberikan saran atau masukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur.

“Tugas kami sesuai surat dari Asisten III adalah memberikan masukan ke Gubernur saat diminta atau tanpa diminta,”ungkapnya.

Namun faktanya, kata mantan Kadis PU NTT itu, staf ahli Gubernur dari ASN itu tidak pernah diberi ruang atau akses ke dinas-dinas yang menjadi mitra mereka. Bahkan, sampai saat ini mereka juga belum menerima surat pemberhentian sebagai Kepala Dinas.

“Bagaimana kami tahu alasan kami diberhentikan. Kalau sampai saat ini saja, kami belum terima surat pemberhentian,” tegasnya.

Bahkan, dia mengaku tidak pernah dilibatkan dalam rapat apapun dengan gubernur dan wakil gubernur.

“Bagaimana kami bekerja, kalau tidak diberi akses dan arahan. Kita tidak dikoneksikan dalam sistem yang dijadikan sebagai wadah untuk kami menjalani tugas. Mendingan ditiadakan jabatan kami, supaya anggaran untuk kami, dipakai untuk pembangunan,” ujarnya.

Karena itu, dia berharap agar pengangkatan staf khusus Gubernur NTT yang “Menganggur” ini seperti ini tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Terkait langkah mengatasi persoalan ini, dia mengaku akan berkoordinasi dengan rekan-rekannya untuk membawa persoalan ini ke Komisi ASN dan DPR.

Sementara itu, staf khusus gubernur NTT lainnya, Yovita Mitak mengatakan pengangkatan staf khusus Gubernur di NTT merupakan yang kedua di Indonesia, setelah DKI Jakarta.

Namun, dia mengaku menerima dan siap menjalankan kebijakan pimpinan. Karena bagi dia, jabatan adalah ladang pengabdian.

“Kalau mau buat gaduh, dari dulu kami sudah buat gaduh, tapi kami hormati pimpinan, meski kami tau itu tidak sesuai ketentuan. Jabatan bukan segalanya,” katanya.

Sesuai regulasi, pemberhentian seorang pejabat eselon II harus berdasarkan aturan, seperti, ada pelanggaran hukum atau perampingan OPD.

Ironisnya, dia bersama 14 rekannya dinonaktifkan dari jabatan kepala dinas dengan alasan perampingan OPD, namun faktanya, 15 dinas itu malah diisi oleh penjabat hingga sembilan bulan.

“Padahal kuota jabatan dengan dinas itu klop. Lalu, kami diangkat sebagai staf khusus dan dinas-dinas itu malah diisi penjabat,” keluhnya. (HT/NTTTerkini.com)