Suara-ntt.com, Kupang- Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui hingga saat ini proyek jalan Bokong-Lelogama di Kabupaten Kupang yang dikerjakan tahun 2019 lalu belum tercatat sebagai jalan provinsi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi NTT, Maksi Nenabu mengatakan, proyek jalan Bokong-Lelogama tersebut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dinilai tercecer karena tidak tercatat sebagai aset milik Pemerintah Provinsi NTT.
Namun kata dia, itu tercatat dibelanja modal dan masih sebagai aset milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang.
Dikatakan, semua paket pekerjaan jalan baik itu segmen satu, dua, tiga dan empat sudah selesai dikerjakan hanya pengurusan administrasinya.
“Kita sementara urus status jalan Bokong-Lelogama karena belum tercatat sebagai jalan provinsi,”katanya kepada wartawan diruang kerjanya, Senin (13/7/2020).
Sejauh ini kata dia, pihaknya lagi mengurus administrasinya agar pada tahun 2022 jalan itu tercatat sebagai jalan provinsi.
“Kita lagi urus karena SK jalan provinsi pada tahun 2022 baru kita reviw kembali. Memang dulu ada usulan dari Bupati Kupang dan diserahkan ke kita makanya ada deskresi gubernur.
Tapi administrasinya pada tahun 2022 akan kita usulkan untuk masuk dalam jalan provinsi. Memang itu masih tercatat sebagai aset Kabupaten Kupang,”ungkapnya.
Untuk diketahui bahwa pada 2019 lalu, Pemerintah NTT mengalokasikan anggaran sebesar Rp175 miliar untuk pembangunan jalan Bokong-Lelogama. Namun, hingga batas waktu yang ditetetapkan pekerjaan proyek yang dibagi dalam empat segmen itu tak terselesaikan, sehingga diluncurkan lagi pada 2020 sekitar Rp 30 miliar.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Provinsi NTT, Adi Mboik menambahkan, proyek jalan Bokong-Lelogama untuk segmen satu, dua dan tiga sudah selesai dikerjakan. Sementara segmen empat selesainya dari belakangan sekitar akhir bulan Mei atau awal bulan Juni 2020.
Adi merincikan denda keterlambatan yang diberikan kepada kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut antara lain; segmen satu dendanya sekitar Rp 700 sampai Rp 800 juta, segmen dua dendanya sekitar Rp 1 miliar lebih begitu pula dengan segmen empat denda sekitar Rp 1,1 atau 1,2 miliar. Sementara segmen tiga dendanya lebih kecil hanya sekitar puluhan juta saja.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi NTT, Patris Lali Wolo mempertanyakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait proyek jalan Bokong-Lelogama yang anggarannya diluncurkan pada tahun anggaran 2020.
“Kami pertanyakan masalah jalan Bokong-Lelogama, karena masuk dalam belanja modal tahun 2020 dan menjadi temuan BPK,”beber Bendahara DPD PDI-Perjuangan NTT ini.
Dimana, jelasnya, saat proses pengerjaan ruas jalan Bokong-Lelogama sepanjang kurang lebih 40 kilometer (KM) itu status jalan masih jalan kabupaten, namun atas usulan pemda Kabupaten Kupang dan diskresi Gubernur NTT, maka jalan itu dikerjakan.
“Jadi jalan itu dikerjakan atas usulan Pemda Kabupaten dan atas diskresi gubernur,” jelasnya.
Selain itu politisi PDI-Pejuangan ini juga mempertanyakan regulasi seperti apa? Apakah boleh pekerjaan di tahun anggaran 2019 bisa diluncurkan di 2020. Dan sesuai aturan itu dibolehkan. “Yang jadi pertanyaan kenapa hal ini menjadi temuan BPK,”katanya.
Atas penjelasan pemerintah, kata Patris, bahwa telah terjadi kesalahan pencatatan dari Pemerintah Provinsi NTT yang memasukan luncuran dana itu sebagai belanja modal. “Harusnya dana itu masuk dalam belanja hibah,”pungkasnya.(Hiro Tuames)