Suara-ntt.com, Kupang-Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih)
dalam melakukan pengawasan melekat di 375 tempat pemungutan suara (TPS) ditemukan 19 masalah pokok. Masalah-masalah tersebut ditemukan oleh pantarlih di satu minggu pertama mereka bekerja.
“Data pengawasan melekat dengan pengawas kelurahan kita berhasil mengawasi 375 TPS selama seminggu oleh tim kita sebanyak 1.302 orang. Memang perbandingan cukup jauh tetapi kita menemukan 19 pokok masalah ketika pengawasan melekat kita lakukan. Dan hal itu ditemukan ketika pantarlih mulai bekerja di satu minggu pertama,”Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Humas, dan Partisipasi Masyarakat, Yunior A. Nange dalam Kegiatan Media Gathering ‘Mencermati Pemutakhiran Data Pemilih di Kota Kupang’ di Millenium Hotel Kupang beberapa waktu lalu.
Yunior menjelaskan masalah-masalah tersebut dapat dikelompokkan dalam empat kategori masalah dengan 19 pokok masalah itu. Keempat kelompok masalah itu adalah pantarlih lalai/lupa, pantarlih kurang menguasai tugas, administrasi kependudukan (adiminduk) ditemukan ketidakjelasan, data model A data pemilih yang dipegang oleh pantarlih belum ada kejelasan.
Dikatakan, dalam data model A ditemukan 11 persoalan, dimana adminduk ada dua persoalan, kurang menguasai tigas ada empat persoalan, dan pantarlih lalai/lupa ada dua masalah.
Dipaparkan, pantarlih lalai/lupa dimana ada dua persoalan yakni tidak membawa atau menunjukkan SK karena dalam aturan mereka harus terlebih dahulu menunjukkan SK sebagai legitimasi bahwa mereka akan mengambil langkah keluarga tetapi juga ada yang tidak membawa SK itu dengan alasan lupa. Kemudian ada juga pantarlih lupa membubuhkan tanda tangan di stiker.
Setelah melakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) dan tanda bukti berupa stempel stiker tetapi tidak tanda tangan. Karena harus ada tanda tangan pemilik rumah atau kepala keluarga dengan pantarlih namun hal itu juga masih terlupakan.
“Kemudian pantarlih tidak menguasai tugas saat uji petik selama kurang lebih lima hari itu ada empat hal yang kita temui berkaitan dengan kurang menguasai dari pantarlih.
Yang kita temui di lapangan adalah ada pantarlih yang menggabungkan dua kepala keluarga dalam satu rumah dalam satu stiker. Ketika dalam satu rumah ada dua KK seharusnya ada dua stiker. Karena stiker itu berbasis kepala keluarga. Ada juga pantarlih yang tidak memahami tugasnya,”jelasnya.
Dia mengatakan, dalam kurun waktu lima hari itu masih ada juga pantarlih yang belum menjalankan tugas. Kemudian ada juga yang tidak mencocokkan daftar pemilih formulir A yang dipegang dengan KTP-E atau KK.
“Jadi yang dikatakan coklit itu salah satunya adalah pencocokan data. Dan itu akan menjadi dasar untuk pantarlih dalam formulir model A. Setelah bertemu dengan pemilih maka pantarlih meminta pemilih untuk menunjukkan KTP-E atau KK untuk mencocokkan yang ada di pemilih dengan di daftar apakah sesuai atau tidak,”terangnya.
“Jika tidak sesuai maka dilakukan perbaikan. Dan ada juga pantarlih tidak melakukan itu mungkin hanya melakukan penelitiannya tetapi pencocokan tidak. Kemudian melakukan coklit tapi tidak menempel stiker. Karena stiker itu sebagai tanda bukti bahwa sudah dicoklit. Dan itu juga sebagai bukti bahwa rumah yang bersangkutan sudah didatangi oleh pantarlih dan masih juga tidak melakukan itu,”tambahnya.
Kemudian kata dia, administrasi kependudukan yang tidak jelas. Fakta ini diperoleh bahwa ada pemilih yang terdata di data model A tetapi tidak dikenali.
“Hal ini juga kita kurang tahu administrasi kependudukan yang ada model A ini datangnya dari mana. Setelah dicek dan ditanya pantarlih ke RT dan warga disekitar juga tidak dikenali. Tapi ada didalam formulir model A,”ujarnya.
Lebih lanjut kata dia, di Manulai II ada satu lokasi yang diberikan pemerintah untuk merelokasi warga dari Kelurahan Oebufu dan Tuak Daun Merah (TDM) akibat Seroja. Namun kepindahan mereka ke sana belum dilakukan perubahan adminduk. Dan ini juga menjadi persoalan ketika teman-teman dari pantarlih turun ke lokasi.
“Seorang pantarlih rata-rata memegang data formulir model A sekitar 280-an lebih nama untuk satu TPS dan paling banyak 300 orang. Kalau rasa kurang jelas dalam formulir model A daftar pemilih karena ada yang sudah pindah domisili bahkan di pemilu 2019 sudah berada di alamat yang baru itu. Tapi masih muncul dari alamat awal,”imbuhnya.
Dia menambahkan, dalam satu KK juga berbeda TPS namun dalam aturan KPU diharapkan dalam satu keluarga tidak terpisah TPS. Ada juga pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar. (Hiro Tuames)