Masyarakat Diminta tidak Saling Menghina

oleh -132 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat diminta untuk tidak saling menghina dan menelantarkan satu sama lain hanya karena beda agama.

“Dalam toleransi kita tidak boleh saling menghina satu sama lain hanya karena berbeda agama,” tegas Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi saat membuka Dialog Kerukunan Umat Beragama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi NTT, di Sotis Hotel Kupang pada Rabu, 22 September 202.

Dialog tersebut dengan tema; Menemukan Nilai Kerukunan dalam Kearifan Lokal. Dan dialog kerukunan yang dilaksanakan itu merupakan forum diskusi para tokoh agama dan tokoh masyarakat se Daratan Flores dan Lembata, yang tergabung  dalam Pengurus Forum Kerukunan Umat Bergama, dalam rangka memberikan berbagai pikiran cerdas dan konstruktif untuk tetap menjaga dan merawat toleransi di NTT sebagai Nusa Terindah Toleransi.

“Forum dialog ini merupakan sebuah forum yang luar biasa, karena forum ini memberikan nilai hidup dan kehidupan bagi seluruh umat beragama yang ada di NTT dan Indonesia untuk terus bertumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu, saya sangat mendukung dan menghormati forum ini.

Topik yang digali dan dibahas dalam forum ini sangat relevan dengan kehidupan masyarakat dunia saat ini, karena kita bisa menggali berbagai substansi kearifan lokal yang dapat mendukung peningkatan kerukunan umat beragama saat ini. Ketika kita berhadapan dengan orang lain yang tidak seagama dengan kita, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berinteraksi dan berinternalisasi dengan orang tersebut, karena ia adalah saudara kita. Itu adalah toleransi civilius. Kerukunan di Indonesia sangat baik, karena adanya toleransi dogmatis, dimana toleransi dogmatis itu dikutip dari Kitab Suci dan Alquran. Agamamu untukmu dan agamaku untukku, tetapi kita adalah saudara,”kata Nae Soi  mengutip kata-kata dari Prof. Idham Khalid.

Dikatakan, ungkapan dari Idhan Khalid yang mengutip ajaran dari Isa Almasih yaitu cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap akal budimu, dan cintailah sesamamu manusia seprti dirimu sendiri sangat meberikan nilai spiritual dalam merawat toleransi di Indonesia. “Untuk itulah, tidak boleh ada orang yang saling meremehkan atau manjatuhkan, hanya karena perbedaan keyakinan, karena sebenarnya kita semua adalah sesama saudara. Jika di Indonesia ditemukan ada orang yang tidak saling menghargai hanya karena perbedaan agama,  maka sebenarnya orang itu tempatnya bukanlah di Indonesia, karena di Indonesia budaya kearifan lokal adalah saling menghargai dan menjunjung tinggi toleransi”, ujarnya.

Memelihara kerukunan adalah hal terpenting yang harus dilakukan, bukan saja tugas pemerintah untuk menjaganya, tetapi menjadi kewajiban individual setiap elemen masyarakat. Peran dan dukungan para tokoh lintas agama sangatlah penting dalam menjaga kerukunan, mengingat penduduk Indonesia masyarakatnya beragama. Kerukunan masyarakat dapat dikembangkan dengan berbagai cara, antara lain memberikan edukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi, pemahaman multikultural, serta revitalisasi kearifan lokal.

“Untuk itu, saya berharap agar setiap pemeluk agama dapat menjalankan ajaran agamanya dengan sebaik-baiknya, sehingga akan tumbuh rasa persaudaraan diantara sesama dan tidak mempertentangkan perbedaan karena pada dasarnya agama adalah mengajarkan tentang kebaikan dan perdamaian”, pinta Mantan Anggota DPR RI itu.

Menurutnya, kerukunan memiliki relevansi positif yang kuat terhadap pembangunan, semakin rukun suatu masyarakat semakin cepat pembangunan dapat dilakukan. Oleh karenanya, memelihara kerukunan menjadi kebutuhan utama bersama.
“Saya menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Lembaga Agama dan Para tokoh agama yang telah berpartisipasi dalam memajukan pembangunan maupun dalam memelihara kerukunan umat beragama di Provinsi Nusa Tenggara Timur selama ini.

“Saya juga mengharapkan  dukungan, kerja sama dan partisipasi kita semua dalam memelihara suasana yang kondusif  bagi terselenggaranya pembangunan daerah,”ujarnya.

Ketua Panitia,  Yuliana Salosso, saat menyampaikan laporan tertulis dari Ketua FKUB NTT, Dr Maria Theresia Geme, mengatakan bahwa NTT dikenal memiliki masyarakat yang rukun dalam memelihara persatuan dan kesatuan bangsa tanpa melihat perbedaan agama, suku, ras, dan golongan. Kearifan lokal sangat berkontribusi dalam kehidupan kerukunan antar umat dan masyarakat di NTT, sehingga FKUB melaksanakan dialog antar umat beragama itu untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan masyarakat NTT berbasis kearifan lokal.

“Diharapkan melalui Dialog Keagamaan ini dapat membangun komitmen bersama dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama di NTT yang berbasis kearifan lokal,” pungkas Salloso yang juga adalah seorang Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Undana Kupang. (HT)