Fraksi PDI Perjuangan DPRD NTT Pertanyakan Kepsek SMA Defenitif

oleh -172 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Fraksi Partai PDI Perjuangan DPRD Provinsi NTT mempertanyakan sejumlah kepala sekolah (Kepsek) SMA/SMK di NTT yang saat ini masih dijabat oleh pelaksana tugas (Plt).
Hal tersebut sudah berlangsung sekitar satu tahun belakangan ini.

Demikian Pandangan Umum Fraksi Partai PDI Perjuangan DPRD Provinsi NTT terhadap Nota Keuangan Gubernur Atas Rancangan APBD Tahun Anggaran 2022 dan 4 (empat) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam sidang paripurna DPRD Provinsi NTT yang dibacakan oleh Juru Bicara Fraksi Partai PDI Perjuangan DPRD Provinsi NTT, Hironimus T. Banafanu pada Kamis, 11 November 2021. 

Dikatakan, fraksi menemukan banyak keluhan Kepala Sekolah SMA dan SMK yang belum defenitif jabatan Kepala Sekolah. Oleh karena itu Fraksi meminta pemerintah dapat mendefenitifkan jabatan Kepala Sekolah di sejumlah SMA dan SMK dalam waktu yang tidak lama agar pengelolaan sekolah dapat berjalan maksimal.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah memfasilitasi pengurusan administrasi pendidikan seperti kenaikan pangkat dan sertifikasi sehingga dapat berkontribusi pada meningkatnya kesejahteran guru dan tenaga kependidikan. Selain itu masih ada keluhan pada birokrasi pendidikan karena ketiadaan UPT Kantor Cabang Dinas. 

Fraksi berpandangan bahwa Pemerintah perlu mengendalikan penyebaran dan pemanfaatan game online untuk mengurangi atau menimalisir dampak negatifnya, karena berdasarkan pengamatan dan pantauan Fraksi, pemanfaatan game online pada satu sisi, telah menggangu pemanfaatan waktu belajar efektif bagi para siswa, pelajar bahkan mahasiswa. Ada kasus dimana siswa, pelajar atau mahasiswa harus gagal atau dicabut hak beasiswa karena terjadi penurunan prestasi belajar. 

Untuk diketahui bahwa pada 8 November 2021 lalu, Gubernur NTT telah menyampaikan Nota Keuangan Atas Rancangan APBD NTT Tahun Anggaran 2022 dan pengajuan 4 (empat) Ranperda kepada DPRD NTT di hadapan Sidang Paripurna.

Dalam Nota Keuangan, Gubernur menggambarkan sejumlah keberhasilan, seperti pertumbuhan ekonomi 5,03 persen dan sejumlah keberhasilan lainnya, tetapi dibarengi dengan suatu tantangan yakni, NTT masih tetap menjadi provinsi nomor 3 dari belakang dalam hal kemiskinan, bahkan dengan sebutan baru : kemiskinan ekstrem. Apa itu kemiskinan ekstrem? Ini harus menjadi pemahaman bersama agar langkah solutif segera diambil untuk menanganinya. Di tengah pergeseran pola bisnis ke arah digitalisasi, menandai suatu era disrupsi, yang menjadi domain kekuatan UMKM, ternyata ekonomi rakyat berjalan stagnan, dimana berbagai proyek besar yang dikerjakan yang harusnya sekaligus menjadi area peredaran uang yang besar, ternyata belum menjadi peluang bagi meningkatnya kesejahteraan rakyat.

Kemudian program-program andalan seperti Budidaya Kerapu, tanam jagung panen sapi (TJPS), rencana Pabrik Pakan Ternak, belum signifikan mensejahterakan rakyat NTT. Bendungan atau irigasi besar yang dibangun justeru bergeser fungsi menjadi arena wisata daripada sebagai sumber pembangunan kedaulatan pangan di daerah.

“Belum lagi, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2021 hingga Oktober 2021, belum menjanjikan, meskipun kita memiliki alasan adanya pandemi  COVID-19 dan badai Seroja. Dana Seroja telah “diam” berbulan-bulan, padahal masyarakat terdampak sangat membutuhkan intervensi perbaikan kehidupan mereka, fisik maupun psikis,”papar fraksi ini.

Merujuk pada dokumen Pengantar Nota Keuangan, kita melihat jelas suatu keadaan yang bisa dikatakan sebagai “keadaan pesimistis”, kecuali pemerintah memiliki alasan lain; dimana, terjadi penurunan rencana pendapatan, belanja dan pembiayaan di tahun anggaran 2022. Ada apa ? Fraksi meminta penjelasan pemerintah. Demikian halnya, terkait realisasi pinjaman Program PEN sebesar Rp 1 triliun lebih, belum digambarkan dengan jelas dalam Pengantar Nota Keuangan.

Dalam rancangan APBD NTT tahun 2022, Gubernur mengajukan anggaran sebesar Rp.5.143.180.144.500 (lima triliun seratus empat puluh tiga puluh miliar seratus delapan puluh juta seratus empat puluh empat ribu lima ratus rupiah) sebagai rencana Pendapatan dalam APBD Tahun Anggaran 2022. Ini berarti menurun sebesar 12,55 persen, menurun cukup besar, jika dibandingkan dengan tahun anggaran 2021.

Pemerintah belum memberikan penjelasan rinci tentang keadaan ini, maka Fraksi meminta penjelasan lengkap dari Pemerintah, mengapa Pendapatan menurun, berapa target pendapatan dari pajak dan retribusi daerah, pendapatan dari Transfer Daerah dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan pandangan-pandangan sebagai berikut :

1)  Turunnya rencana Pendapatan harus menjadi catatan kritis ketika PAD (pajak dan retribusi), realisasi pos Lain-Lain Pendapatan Yang Sah bahkan Dana Transfer mengalami penurunan cukup signifikan dan nampaknya, belum ada kiatkiat jitu untuk segera keluar dari situasi ini. Fraksi meminta pemerintah menjelaskan secara gamblang hal-hal tersebut. 

2)  Pemerintah perlu terbuka menyampaikan realisasi pendapatan daerah dari deviden PT. Bank NTT, PT. Jamkrida, PT. Flobamor, BLUD SPAM dan BLUD RSUD WZ. Johannes Kupang. Ini menjadi penting, terutama ditengah  berita PT. Bank NTT menerima berbagai penghargaan, tetapi di sisi lain, tingkat kemiskinan masyarakat belum bangkit. Pada konteks ini, kita perlu mengajak peran PT. Bank NTT, PT. Jamkrida dan PT. Flobamor, bergerak bersama semua pihak dalam turut mengatasi masalah kemiskinan ekstrem di NTT. 

3)  Fraksi melihat bahwa optimalisasi asset dan penerimaan dari pajak kendaraan bermotor masih menjadi PR besar bagi pemerintah, maka diperlukan jalan keluar untuk menggenjot penerimaan dari pengelolaan asset dan pajak kendaraan bermotor. 

Dengan Gubernur menetapkan anggaran sebesar Rp
5.143.180.144.500 sebagai bagian dari rencana belanja dalam APBD Tahun Anggaran 2022. Hal ini sangat menurun jika dibandingkan dengan rencana belanja pada tahun anggaran sebelumnya. Rencana belanja ini menurun sebesar 20,78 persen. Terhadap situasi ini, Fraksi berpandangan bahwa sebaiknya Pemerintah menjelaskan lebih detail lagi apa saja yang menjadi akibat menurunnya rencana belanja daerah di tahun anggaran 2022, sedangkan pada sisi lain, daerah ini harus berpacu dengan pencapaian target-target dalam  RPJMD Provinsi NTT Tahun 2018-2023. Fraksi berpandangan bahwa :

1)  Realisasi Belanja Pemerintah berjalan lamban bahkan mandeg karena adanya kebijakan refocusing dan kebijakan pergantian atau mutasi pejabat di berbagai OPD dilaksanakan tidak tepat waktu sehingga menggangu kesinambungan pelaksanaan program di berbagai OPD tersebut. Fraksi menyarankan agar mutasi sebaiknya dilaksanakan di awal tahun anggaran atau di akhir tahun anggaran.  

2)  Menurut Faksi, pemerintah harus mengkaji ulang berbagai pelaksanaan Belanja Modal, terutama :

a.   Alokasi belanja dana pendidikan harus memperhatikan kewajiban 20 persen sebagai suatu mandatory spending, karena masih ditemukannya berbagai masalah dalam hal infrastruktur pendidikan, kesejahteraan guru dan kebijakan mutasi guru. Pemerintah perlu mengalokasikan belanja penunjang kegiatan pembelajaran online berupa ketersediaan jaringan internet, jaringan listrik, Android atau Laptop. 

b.   Alokasi belanja harus diarahkan untuk memenuhi target RPJMD dengan prioritas seperti pembangunan jalan, embung, air minum atau sarana air bersih.

c.    Pemerintah perlu menunda sejumlah belanja modal yang hemat Fraksi, tidak mendesak dan dapat ditunda, meliputi : rencana pembangunan pabrik pakan ternak, pengembangan sapi wagiu, penambahan 9 (Sembilan) destinasi wisata baru, pengadaan Desa Model, keterbukaan rekruitmen dan alokasi pembiayaan pendamping program TJPS, dan program perhutanan sosial berupa porang dan bambunisasi serta budidaya ikan Kerapu, karena tidak dengan cepat dapat mengatasi problem kemiskinan masyarakat maupun upaya pencegahan stunting. Program-program ini dapat ditunda pelaksanannya di tahun 2022 ke tahun 2023-2024. Arahan penanganan kemiskinan eskrem sangat jelas yakni belanja program yang berdimensi pemberdayaan menyentuh langsung sendi-sendi ekonomi rakyat. 

3)   Fraksi meminta penjelasan pemerintah sejauhmana hasil program penangan stunting termasuk implementasi dari rekomendasi BPK RI Perwakilan NTT tentang integrasi program penangan stunting bersama Kabupaten dan Kota se NTT. Stunting, bukan masalah spesifik kesehatan, tetapi merupakan akumulasi berbagai persoalan kehidupan, baik ekonomi, lingkungan hidup dan sebab itu, penanganan stunting harus menjadi kerja integrasi semua sektor, termasuk mengarahkan bantuan sosial kepada keluarga penderita stunting sebagai penanganan dini terhadap peningkatan gizi keluarga, secara khusus bagi para ibu hamil.   

4)   Pemerintah perlu menjelaskan penggunaan Dana Penanganan COVID-19 dan Dana Bantuan Seroja sampai dengan kondisi terkini.

5)   Pemerintah diminta menjelaskan progress pembangunan ruas jalan provinsi dari dana pinjaman daerah dan merekomendasikan agar pembangunan  jalan dari dana program PEN memperhatikan aspek keadilan wilayah, pengawasan efektif terhadap kualitas pekerjaan serta pembayaran tepat waktu bagi para kontraktor pelaksana. Alokasi anggaran pembangunan  ruas jalan provinsi yang telah ditetapkan, tidak boleh dilakukan refocusing. (Hiro Tuames)