Suara-ntt.com, Kupang-Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPRD Provinsi NTT apresiasi langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dalam menyelamatkan dan mengelola aset-aset daerah Provinsi NTT.
Juru Bicara Fraksi Gerindra DPRD Provinsi NTT, Muhamad Sipriayadin Pua Rake pada sidang paripurna soal laporan pertangungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi NTT tahun anggaran 2019, Rabu (8/7/2020) lalu.
Juru Bicara Fraksi Gerindra DPRD Provinsi NTT, Muhamad Sipriayadin Pua Rake mengatakan, pemerintah mengukur kembali luasan tanah Provinsi NTT pada PT. Semen Kupang merupakan langkah yang tepat. Namun harus diikuti dengan perhitungan kembali konversi nilai penyertaan modal daerah yang rasional berupa tanah.
“Ratusan Hektar tanah milik provinsi pada PT. Semen Kupang harus mendatangkan manfaat yang lebih terukur bagi pemerintah,” katanya pada sidang paripurna soal laporan pertangungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi NTT tahun anggaran 2019, Rabu (8/7/2020).
Dikatakan, Fraksi Gerindra telah menyampaikan pada kesempatan sebelumnya, bahwa jika PT. Semen Kupang tidak lagi dapat berproduksi, lalu tanah provinsi yang luasnya ratusan hektar tak mendatangkan manfaat apa-apa, maka gagasan untuk mempailitkan PT. Semen Kupang menjadi lebih masuk akal.
Jika hal itu terjadi maka harus menghadirkan Pihak Ketiga lain untuk membangun kembali PT. Semen Kupang dengan prosentase penyertaan modal daerah yang lebih relevan, dengan produksi yang dapat menjawab kebutuhan NTT adalah langkah yang lebih rasional seperti yang sering dikatakan oleh Gubernur bahwa NTT tidak bisa melangkah secara normatif, NTT membutuhkan loncatan-loncatan untuk mengejar ketertinggalan.
Dengan memperhatikan laporan Pembahasan Badan Anggaran terkait pengelolaan aset pemerintah provinsi NTT pada PT. Flobamor, Fraksi Gerindra sepakat dengan Badan Anggaran agar mematuhi PP. Nomor 54 tahun 2017 tentang Badan Udaha Milik Daerah dan Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Untuk menjaga agar penyertaan modal daerah pada PT. Flobamor dapat mendatangkan manfaat maka Fraksi Gerindra berpendapat bahwa PT. Flobamor perlu mendefinisikan kembali core bisnisnya. Jenis kegiatan yang merugi seperti pengelolaan Kapal Feri sebaiknya diserahkan ke ASDP, pembangunan perumahan yang mangkrak, merugi dan meninggalkan hutang juga harus dihentikan.
Fraksi Gerindra lanjutnya akan mendorong apabila terdapat indikasi penyalahgunaan aset dan kewenangan serta pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan perundangan terkait, maka layak untuk dilakukan audit investigasi.
Selain itu, Fraksi Gerindra akan mendukung terhadap penguasaan dan pengelolaan aset provinsi di Pantai Pede Labuan Bajo. Terkait dengan kerjasama pengelolaan aset Pemerintah Provinsi NTT dengan PT. Flobamor bahwa sorotan terhadap PT. Flobamor sudah disampaikan oleh semua Fraksi dan Komisi terkait.
Pihaknya juga memberikan penghargaan dan dukungan kepada pemerintah atas penguasaan dan pengelolaan tanah provinsi di Patai Pede Labuan Bajo, penataan Pantai Pede dimana sebagian kawasannya sebagai ruang publik telah memenuhi harapan masyarakat.
Lebih lanjut kata dia, pemanfaatan sebagian lahannya untuk Hotel Plago yang dikelola oleh PT. Flobamor agar dilakukan dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan manfaat bagi pemerintah dan daerah Nusa Tenggara Timur.
Disamping keberhasilan pemerintah provinsi dalam pengelolaan aset, Fraksi Gerindra perlu memberikan catatan terkait pengelolaan terminal-terminal Tipe B yang dulunya dikelola dengan baik oleh kabupaten, namun kini seakan terlantar setelah dialihkan untuk dikelola oleh provinsi. Kemudian Pelabuhan Feri yang pengelolaannya telah diserahkan ke provinsi, namun pengelolaannya masih belum optimal, agar menjadi perhatian pemerintah.
Dalam kesempatan itu Fraksi Gerindra juga memberikan penghargaan kepada pemerintah atas langkah-langkah yang telah dan sementara dilakukan untuk menyelesaikan batas wilayah administrasi antar kabupaten-kota di NTT.
Ketidakjelasan batas wilayah sebut dia akan menimbulkan kantong-kantong yang tak tersentuh oleh pembangunan. Masyarakat tidak memiliki kejelasan kemana harus mengakses pelayanan public dan pemerintah daerahpun saling lempar tanggung jawab dalam menjalankan kewajiban pelayanan public.
“Kita minta pemerintah provinsi harus mengambil sikap untuk menyelesaikan ketidakjelasan ini. Selanjutnya penegasan dan penetapan batas wilayah harus diikuti dengan intervensi-intervensi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,”pungkasnya. (Hiro Tuames)