BPP NTT Harus Peka Melihat Wajah Indonesia di Perbatasan

oleh -156 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Komisi I DPRD Provinsi NTT meminta pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi NTT agar lebih peka atau sensitif dalam melihat keadaan masyarakat di wilayah perbatasan. Karena perbatasan itu merupakan wajah Indonesia.

“BPP Provinsi NTT harus memperhatikan keadaan masyarakat di kawasan perbatasan dan harus lebih peka dan sensitif. Memang kita tahu dana sangat terbatas. Tapi perbatasan itu kan wajah Indonesia. Kalau anggaran kurang melalui kewenangan yang ada di Komisi I kita akan minta Banggar untuk tambah,” kata Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi NTT, Hironimus T. Banafanu pada rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Provinsi NTT tahun 2021 dan Kebijakan Umum Perubahan APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara Perubahan (KUPA PPAS Provinsi NTT tahun 2020 di ruang rapat Komisi I DPRD Provinsi NTT, Sabtu (22/08/2020).

Politisi PDI Perjuangan Provinsi NTT ini memberi contoh nyata kehidupan masyarakat di Desa Haumeni Ana Kecamatan Bikomi Nilulat
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang merupakan daerah pemilihannya.

“Salah satu contoh kehidupan masyarakat di Desa Haumeni Ana; daerah yang sangat dekat dengan Negara Timor Leste. Badan Perbatasan tolong perhatikan dan catat itu baik-baik. Kami dewan hanya bicara; bapak/ibu mereka kan eksekutor. Memang ini kerja perlu lintas sektor,”ungkapnya.

Senada juga diungkapkan Anggota Komisi I DPRD Provinsi NTT, Syaiful Sengaji bahwa pembangunan di wilayah perbatasan selama ini kurang diperhatikan padahal itu merupakan wajah Indonesia di perbatasan.

“Dalam pandangan saya, pembangunan di kawasan perbatasan kurang diperhatikan. Padahal wilayah perbatasan adalah wajah Indonesia. Jadi ukuran keberhasilan pembangunan Indonesia salah satunya adalah keberhasilan pembangunan di perbatasan. Saya berharap komunikasi lintas sektor terkait perlu terus dibangun,” pintanya.

Untuk diketahui bahwa rapat Komisi I DPRD Provinsi NTT bersama mitra terkait yakni Badan Pengelola Perbatasan (BPP), Satuan Polisi Pamong Praja dan Biro Hukum Setda Provinsi NTT dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi NTT, Gabriel Abdi Kesuma Beri Bina.

Model rapat yang digelar secara pleno atau panel; substansi rapat seperti ini dimaksudkan agar masing-masing Perangkat Daerah (PD) tingkat Provinsi NTT bersama lembaga dewan dapat bersinergi dan saling mendukung dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan.

“Berbagai usulan yang disampaikan masing-masing perangkat daerah, kami di Komisi I akan membuat matriks sesuai prioritas dan kami akan mendeskripsikannya sehingga memudahkan Komisi I dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTT,” tandasnya.

Politisi Partai Gerindra Provinsi NTT itu lebih lanjut meminta kepada mitra pemerintah agar mendesain program dan kegiatan yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

“Mari belajar dari orang Jerman. Kalau mau bangun rumah yang utama rumah itu harus kuat bukan indah ornamennya. Mari bangun pemerintahan di daerah ini yang kuat; baru kita bicara tentang keindahan, kecantikan dan lain-lain. Lakukan cara- cara pemerintahan yang kuat sesuai regulasi yang ada. Buatlah yang terbaik untuk pemerintahan Provinsi NTT,” pintanya.

Kemudian Anggota Komisi I DPRD Provinsi NTT lainnya seperti Julius Uly, Johanes Mat Ngare dan Stavanus Come Rihi mempertanyakan soal batas Kabupaten Kupang dan Kota Kupang khususnya di Nasipanaf Penfui dan aspirasi masyarakat Pulau Semau yang ingin bergabung ke Kota Kupang.

“Kami ingin mendapatkan penjelasan dan progres penyelesaian batas khususnya yang ada di Nasipanaf Penfui Kupang,”pungkas Johanes Mat Ngare.

Terhadap berbagai pertanyaan dan pernyataan yang dilontarkan Komisi I DPRD NTT, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPP Provinsi NTT, Bertoldus Lalo menegaskan soal batas daerah termasuk yang ada di Nasipanaf Penfui sesungguhnya merupakan upaya dan kerja keras pemerintah khususnya BPP Provinsi NTT untuk memastikan pelayanan tata kelola pemerintahan, pembangunan dan kemsyarakatan dapat berjalan dan dirasakan oleh masyarakat.

“Jika ada kepastian penegasan batas maka memudahkan pelayanan kepada masyarakat; baik pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya,” jelas Bertoldus, apa adanya.

Sekretaris BPP Provinsi NTT itu lebih lanjut menjelaskan, sesuai Permen 90 Tahun 2019 maka BPP Provinsi NTT memiliki program pengelolaan perbatasan; dengan kegiatan pelaksanaan kewilayahan perbatasan dan sub kegiatan yakni koordinasi dan sinkronisasi perbatasan.

Sedangkan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Alexon Lumba mengajukan anggaran untuk tahun 2021 sebesar Rp 5 miliar.

“Sedangkan khusus untuk anggaran perubahan tahun 2020 ini kami mengajukan Rp 500 juta untuk penyelesaian naskah akademik dan draf Peraturan Daerah (Perda) tentang Hak Kekayaan Intelektual Daerah NTT,” tandas Alexon Lumba. (HT/Valeri Guru Kasubag PDE Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT)