Ancaman Kekerasan dari Aparat Turut Mempengaruhi Indeks Kebebasan Demokrasi di NTT 

oleh -151 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Indeks kebebasan demokrasi NTT mengalami penurunan pada sejumlah indikator, salah satunya ancaman kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat.

Pemangku kepentingan, perlu membangun kesadaran publik untuk memperbaiki kualitas demokrasi NTT.

Hal ini terungkap dalam diskusi kelompok kerja pengembangan indeks demokrasi Indonesia (IDI) NTT yang diselenggarakan Badan Kesbangpol Provinsi NTT beberapa waktu lalu

Sejumlah pemangku kepentingan, baik dari akademisi, Bawaslu, KPU, BPS, Danrem dan tokoh agama dihadirkan dalam diskusi tersebut

Diskusi itu dipandu langsung Kepala Kesbangpol Provinsi NTT, Yohana Lisapally.

Lisapally mengatakan, IDI NTT menunjukan ada perbaikan tingkat demokrasi NTT, hanya sejumlah indikaktor mengalami penurunan point.

Lima indikator itu antara lain, ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebesan berpendapat, ancaman/penggunaan kekerasan karena alasan gender etnis dan kelompok, demontrasi/mogok yang bersifat kekerasan, upaya penyediaan informasi APBD oleh Pemda dan rekomendasi DPRD kepada eksekutif.

“Untuk itu, rencana kerja harus disusun untuk ditindaklanjuti. Pemangku kepentinganan harus membuka ruang publik yang melibatkan semua intansi terkait memberikan penyadaran,” kata dia.

Pengamat Hukum Undana Jonh Tuba Helan mengatakan, beberapa kejadian yang menunjukan menurunnya kebebasan pendapat publik salah satunya pelarangan demonstrasi mahasiswa oleh para rektor.

Tuba Helan menegaskan, tindakan rektor yang melarang mahasiswa demo itu sebenarnya tidak diperbolehkan.

“Demo adalah salah satu implementasi demokrasi. Kampus seharusnya memberi ruang, bukan melarang mereka dengan menggunakan kekuasaan,”katanya

Ia menyarankan, agar pemerintah perlu memberikan arahan serta bimbingan agar publik bisa menyampaikan pendapat secara tertib dan damai.

“Sehingga perlu ada diskusi ataupun seminar yang berkelanjutan yang melibatkan pejabat dan publik (mahasiswa) untuk menyadarkan mereka” katanya.

Tuba Helan mengatakan, rekomedasi DPRD kepada eksekutif juga masih rendah, ditahun 2018, hanya empat rekomendasi yang diterima, sedangkan pada 2019 sebanyak tujuh rekemondasi.yang diterima. Sebagai lembaga yang mewakili masyarakat, seharusnya banyak rekomendasi yang ditindaklanjuti.

Sementara upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah juga masih rendah. Dari 12 item APBD, hanya lima yang diupload pada tahun 2018, sedangkan tahun 2019 hanya enam item APBD yang diupload. Publik tentunya ingin tahu. Asas transparsi harus diperhatikan.

Bangun kesadaran Publik

Pengamat politik dari muhamadiya Kupang, Ahamd Atang mengatakan, perlu ada upaya membangun kesadaran publik. Negara mesti membuka ruang penyampaian pendapat namun harus pula diikuti kesadaran masyrakat dalam menyampaikan pendapat, harus bertumpuh pada aturan yang berlaku.

Ahamad Atang mengatakan, menurunnya indikator kebebasan berpendapat itu menunjukan kesadaran publik tinggi dalam menyampaikan pendapat. Di sisi lain, kesadaran masyrakat dalam menyampaikan pendapat itu rendah, ditambah negara yang tidak memberi ruang untuk proses relasi antara publik dan pemerintah.

Ahamad Atang mengatakan, persoalan demontrasi dan mogok yang bersifat kekerasan hampir sering ditemukan di masyarakat. Persolan itu menunjukan semacam adanya ketaatan masyrakat yang sudah mulai menurun.

Beberapa kasus yang dikatakan Ahmad Atang itu berupa adanya penyegelan hak publik, seperti sekolah, puskesams, kantor desa, rumah sakit atau penolakan pembangunan-pembangunan yang dilakukan masyarakat.

“Disatu sisi kesadaran masyarakat terhadap hak-hak itu tinggi, namun metode mempertahnakan haknya itu cendrung anarkis. Itu yang menyebabkan IDI kita nilainya menjadi turun,” katanya.

Untuk itu, membangun kesadaran publik untuk taat aturan harus dilakukan. Negara mesti memberi ruang kepada masyrakat untuk menyampaikan pendapat, tetapi publik juga mesti sadar, aspirasi yang disampaikan meski dengan cara-cara yang legal.

“Memblokir jalan dan menyegel fasilitas publik bukan tindakan legal. Masarakat yang tertib itu masyarakat yang taat hukum,” katanya.

Secara nasional, NTT menempati urutan ke tiga indeks demokrasi Indonesia. Artinya IDI NTT tergolong baik. ####