97 Desa di TTU Tidak Salurkan Dana Desa Tahap III

oleh -152 Dilihat

Suara-ntt.com, Kupang-Sebanyak 97 desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) tidak menyalurkan dana desa tahap III tahun anggaran 2021.

Koordinator Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) Provinsi NTT, Kandidatus Angge mengatakan, alasan tidak tersalurnya dana desa tahap III itu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; keterlambatan desa memproses administrasi pertanggungjawaban dana tahap II. Ditambah lagi dana penyaluran tahap II dan surat pertanggungjawaban (SPJ) juga terlambat sehingga eksekusi di lapangan tidak maksimal.

Kemudian terkendala diadministrasi pada Pemerintah Desa yaitu adanya pergantian pejabat Kepala Desa (Kades) yang terjadi sampai dua kali sehingga penyesuaian sistem administrasi tidak berjalan maksimal.

“Kecepatan mengeksekusi dana yang ada di desa dimana kita punya aparatur ini tidak cepat mengeksekuasi kegiatan dan program yang ada di desa karena ada kendala-kendali teknis yang dihadapi,”kata dia kepada media ini pada Selasa, 25 Januari 2022.

Dikatakan, dari 3.026 desa di NTT yang tidak menyalurkan dana desa tahap III hanya di Kabupaten TTU sebanyak 97 desa. Dan semua kabupaten di NTT sudah tereksekusi walaupun sampai detik-detik terakhir seperti di Kabupaten Kupang.

“Dan kita berterima kasih karena semua desa bekerja keras dan tereksekusi semua dananya,”ungkapnya.

Dijelaskan, konsekuensi yang dihadapi oleh 97 desa itu secara otomatis dimana ada pekejaan yang tertunda dan tidak bisa dieksekusi sehingga masyarakat secara otomatis dirugikan sebagai penerima manfaat dari program itu sehingga tata kelola pembangunan menjadi terhambat.

“Kita sangat berharap bahwa di tahun 2022 ini, semua teman-teman pendamping agar lebih jeli memfasilitasi pemerintah desa sebagaimana mereka menentukan rencana kerja pemerintah desa di tahun 2022 yang konsekuensinya termuat di APBDes sebagai bagian dari anggaran,”ucapnya.

Kandidatus berargumen bahwa ada dua hal jika ada pekerjaan di tahun 2021 sedang berjalan tetapi belum final maka melalui forum musyawarah desa masih menyepakati untuk dilanjutkan maka itu harus dibahas di tahun 2022 agar bisa ditake over dengan pembiayaan tahun 2022.

“Karena dana itu sudah hangus dan otomatis masuk ke kas negara,”pintanya.

Lebih lanjut kata dia, jika pekerjaan itu masih dilanjutkan karena sangat urgen atau mendesak sebaiknya dibahas dalam forum musyawarah desa. dan kalau forum itu menyekapati maka akan dianggarkan lagi dengan pembiayaan di tahun 2022.

Terkait dengan pekerjaan sudah 100 persen akan tetapi belum dibayar dan ini menjadi problemnya sendiri.

“Dan ini memang sangat dilematis karena sesungguhnya anggaran tahun 2022 dipakai untuk kegiatan tahun 2022. Dimana anggaran 2021 sudah habis. Dan salah satu cara yang lakukan adalah kembali dibahas dalam forum musyawarah desa.

Dia tekankan bahwa pemotongan dana desa tahun 2022 akan dilakukan jika pemerintah desa tidak menganggarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT).

“Bilamana ke-97 desa itu telah mengesekusi dana desa untuk BLT maka tidak akan dipotong dana desanya,”bebernya.

Dia juga menjelaskan, skema pemotongan dana desa tahun 2022 adalah sebagai berikut; dimana 50 persen dana desa tahap II harus dianggarkan untuk BLT bagi keluarga penerima manfaat.

Dan 97 desa di Kabupaten TTU semuanya menganggarkan dana desa untuk BLT sehingga itu tidak terlalu berpengaruh. Tetapi akan berpengaruh pada jenis kegiatan atau biaya operasional tertentu yang tidak bisa dialokasikan.

Untuk tahun 2022 lanjut dia, total dana desa di NTT sebesar Rp 2,853 triliun lebih. Dan sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 190/PMK.07/2021tentang Pengelolaan Dana Desa.

Dana sebesar itu sudah terbagi dalam dana PMK 190 sesuai porsinya sendiri-sendiri.

“Disini saya bisa gambarkan bahwa mekanisme penggunaan dana desa untuk tahun 2022 itu memgacu pada PMK 190 dimana proposional penggunaan dana desa dibagi dalam empat hal yakni pertama; dana desa itu minimal 40 persen digunakan untuk jaring pengaman sosial dan BLT. Jadi seluruh desa wajib melakukan validasi dan verifikasi keluarga penerima manfaat untuk memenuhi 40 persen.

Kedua; dana desa itu dipakai untuk ketahanan pangan dan hewan porsinya 20 persen. Dimana kegiatannya mengarah langsung kepada kelompok masyarakat yang memiliki usaha dibidang ketahanan pangan dan hewan.

Ketiga; delapan persen dari dana desa digunakan untuk penanganan COVID-19 itu sama seperti tahun 2020 dan 2021.

Dan keempat; 32 persen dari dana desa digunakan untuk program prioritas atau lintas desa lainnya. Jadi dana itu digunakan untuk sarana prasarana, penanganan stunting yang penting itu disepakati dalam forum musyawarah desa.

Dengan alokasi dana desa sebesar Rp 2,853 triliun lebih di 295 kecamatan dan 3.026 desa merupakan sebuah nilai yang fantastis.

“Memang ada penurunan dana sekitar Rp 40-an miliar lebih dari tahun 2021 lalu dimana dananya sebesar Rp 3,59 triliun lebih. Tapi itu tidak menjadi problem buat kita,”pungkasnya. (Hiro Tuames)